Menjelang atau memasuki bulan suci Ramadhan, kita cukup sering mendengar ayat yang satu ini يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ Artinya "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa," al-Baqarah [2] 183. Hampir setiap khatib dan penceramah mengawali uraian atau muqaddimahnya dengan ayat ini. Berbagai hal yang berkenaan dengan puasa pun telah dibahas tuntas oleh mereka. Mulai dari dasar hukum, aturan fiqih, hikmah, hingga serba-serbi, sudah menjadi sederet topik yang disajikan di hadapan para jamaah. Namun, ada satu topik yang sepertinya belum banyak diangkat, yakni bagaimana puasanya orang-orang terdahulu sebelum kita, seperti diungkap dalam penggalan ayat di atas, “sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu.” Mengutip pendapat Abu Jafar, al-Thabari w. 310 dalam Tafsîr-nya Jeddah Muassasah al-Risalah, Cetakan I, 2000, Jilid 3, h. 410 menyatakan bahwa para ulama tafsir sendiri berbeda pendapat mengenai maksud “sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu,” di atas. Sebagian ada yang menyatakan, penekanan tasybîh atau perumpamaan di sana adalah kewajiban puasanya. Sedangkan yang lain menekankan orang-orang yang berpuasanya. Kendati demikian, kedua perbedaan ini tetap bermuara pada maksud orang-orang terdahulu beserta cara, waktu, dan lama puasa mereka. Jika penekanannya adalah orang-orang berpuasa yang sama dengan kita, jelas maksudnya adalah kaum Nasrani. Sebab, mereka diwajibkan berpuasa Ramadhan di mana waktu dan lamanya sama seperti puasa yang difardhukan kepada kita. Hal itu seperti yang dikutip al-Thabari dari Musa ibn Harun, dari Amr ibn Hammad, dari Asbath, dari al-Suddi. Ia menyatakan, “Maksud orang-orang sebelum kita adalah kaum Nasrani. Sebab, mereka diwajibkan berpuasa Ramadhan. Mereka tidak boleh makan dan minum setelah tidur dari waktu isya hingga waktu isya lagi, juga tidak boleh bergaul suami-istri. Rupanya, hal itu cukup memberatkan bagi kaum Nasrani termasuk bagi kaum Muslimin pada awal menjalankan puasa Ramadhan. Melihat kondisi itu, akhirnya kaum Nasrani sepakat untuk memindahkan waktu puasa mereka sesuai dengan musim, hingga mereka mengalihkannya ke pertengahan musim panas dan musim dingin. Mereka mengatakan, Untuk menebus apa yang kita kerjakan, kita akan menambah puasa kita sebanyak dua puluh hari.’ Dengan begitu, puasa mereka menjadi 50 hari. Tradisi Nasrani itu juga tidak makan-minum dan tak bergaul suami istri masih terus dilakukan oleh kaum Muslimin, termasuk oleh Abu Qais ibn Shirmah dan Umar ibn al-Khathab. Maka Allah pun membolehkan mereka makan, minum, bergaul suami-istri, hingga waktu fajar.” Ada pula yang berpendapat bahwa maksud orang-orang terdahulu di sana adalah Ahli Kitab, dalam hal ini adalah kaum Yahudi, sebagaimana dalam riwayat Mujahid dan Qatadah. Dalam riwayatnya, Qatadah mengungkapkan, “Puasa Ramadhan telah diwajibkan kepada seluruh manusia, sebagaimana yang diwajibkan kepada orang-orang sebelum mereka. Sebelum menurunkan kewajiban Ramadhan, Allah menurunkan kewajiban puasa tiga hari setiap bulannya.” Namun demikian, status wajib puasa tiga hari ini ditolak oleh sahabat yang lain. Menurut mereka, puasa tiga hari yang dilaksanakan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam itu bukan wajib, melainkan sunnah. Pasalnya, tidak ada riwayat kuat yang dijadikan hujjah bahwa ada puasa wajib sebelum puasa Ramadhan yang diberikan kepada umat Islam. Kendati ada puasa yang wajib sebelum Ramadhan, maka ia sudah dihapus mansukh dengan kewajiban puasa Ramadhan. Demikian seperti yang dikemukakan dalam Tafsir al-Thabari. Dalam riwayat lain, selain puasa tiga hari dalam sebulan, Rasulullah juga menjalankan puasa Asyura, yakni puasa yang biasa dilakukan oleh orang-orang Yahudi pada 10 Muharram. Bahkan, kaitan dengan puasa Asyura ini, Ibnu Abbas meriwayatkan, “Sewaktu datang ke Madinah, Rasulullah mendapati kaum Yahudi sedang berpuasa pada hari Asyura. Beliau bertanya, Hari apa ini?’ Mereka menjawab, Ini hari yang agung dimana Allah menyelamatkan Musa dan menenggelamkan bala tentara Firaun. Maka kaum Yahudi pun puasa sebagai wujud syukur.’ Beliau lalu bersabda, Aku tentu lebih utama terhadap Musa dan lebih hak menjalankan puasa itu dibanding kalian.’ Maka beliau pun berpuasa dan memerintahkan para sahabat berpuasa pada hari itu.” Hal itu kemudian ditandaskan oleh Ibnu Abi Hatim w. 327 dalam Tafsîr-nya Jeddah Maktabah Nazar Musthafa al-Baz, Cetakan III, 2000, Jilid 1, h. 303 berdasarkan riwayat al-Dhahak, Ibnu Abbas, dan Ibnu Masud. Ia menyatakan bahwa puasa tiga hari setiap bulan juga biasa dilakukan oleh Nabi Nuh juga oleh para nabi setelahnya, kemudian diikuti oleh Nabi Muhammad dan para sahabatnya. Puasa mereka dilakukan selama tiga hari setiap bulannya dan berbuka pada waktu isya. Bahkan, dalam Tafsir al-Tsalabi, Beirut Daru Ihya al-Turats, Cetakan I, 2002, Jilid 2, h. 62 disebutkan bahwa Nabi Adam alaihis salam pun pernah menjalankan puasa tiga hari ini. Diriwayatkan, sewaktu diturunkan dari surga ke muka bumi, Nabi Adam terbakar kulitnya oleh matahari, sehingga tubuhnya menghitam. Kemudian, ia berpuasa pada hari ketiga, yakni tanggal lima belas. Kemudian, ia didatangi oleh malaikat Jibril dan ditanya, “Wahai Adam, maukah tubuhmu kembali memutih?” Nabi Adam menjawab, “Tentu saja.” Malaikat Jibril melanjutkan, “Berpuasalah engkau pada tanggal 13, 14, dan 15.” Ia pun berpuasa. Pada hari pertama, memutihlah sepertiga tubuhnya. Pada hari kedua, memutihlah dua pertiga tubuhnya. Pada hari ketiga, memutihlah seluruh tubuhnya. Maka kemudian puasa ini disebut dengan puasa “ayyamul bidl” atau “hari-hari putih”. Di samping itu, dalam Tafsîr al-Thabari kembali dikemukakan, puasa Asyura juga pernah dilaksanakan oleh Nabi Nuh alaihis salam sewaktu turun dengan selamat dari kapal yang ditumpanginya. Disebutkan, pada awal bulan Rajab, Nabi Nuh alaihis salam mulai menaiki kapalnya. Saat itu, ia bersama para penumpang lainnya berpuasa. Kapal pun berlayar hingga enam bulan lamanya. Pada bulan Muharram, kapal berlabuh di gunung Judi, tepat pada hari Asyura. Maka ia pun berpuasa, tak lupa memerintah para penumpang lain, termasuk hewan bawaannya, untuk turut berpuasa sebagai bentuk syukur kepada Allah. Selanjutnya, puasa orang-orang terdahulu juga dapat dilacak dari sabda Rasulullah sendiri sewaktu ditanya oleh seorang laki-laki, “Bagaimana menurutmu tentang orang yang berpuasa satu hari dan berbuka satu hari?” Beliau menjawab, “Itu adalah puasanya saudaraku, Dawud Bahkan dalam hadits lain, beliau menyatakan أَفْضَلُ الصَّوْمِ صَوْمُ أَخِي دَاوُدَ، كَانَ يَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا Sebaik-bainya puasa adalah puasa saudaraku, Dawud Ia berpuasa satu hari dan berbuka satu hari, Ahmad. Berdasar hadits di atas, Nabi Dawud alaihis salam juga memiliki kebiasaan berpuasa selang sehari. Puasa itu kemudian disunnahkan oleh Rasulullah kepada umatnya. Demikian halnya puasa Asyura dan puasa “ayyamul bidl”. Dari uraian di atas, dapat ditarik dua kesimpulan besar mengenai tafsir penggalan ayat “sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu.” Sebagian mengatakan, maksud ayat itu adalah adanya kesamaan kewajiban puasa antara umat terdahulu dengan umat Islam. Sedangkan waktu, cara, dan lamanya tentu saja berbeda, seperti puasa Dawud, puasa Asyura bagi umat Yahudi, puasa “ayyamul bidl” yang biasa dilaksanakan Nabi Nuh, Nabi Adam, dan Rasulullah sebelum turun perintah puasa Ramadhan. Ada lagi yang menafsirkan adanya kesamaan kewajiban puasa, baik waktu maupun lamanya, seperti puasa Ramadhan bagi umat Nasrani. Mereka wajib menjalankannya pada Ramadhan selama 30 hari, namun karena keberatan kemudian mereka mengalihkannya ke pertengahan musim panas dan dingin dengan penambahan hari. Wallahu a’lam. Ustadz M. Tatam Wijaya, Pengasuh Majelis Taklim “Syubbanul Muttaqin”, Desa Jayagiri, Sukanagara-Cianjur, Jawa Barat.
AlasanRasulullah SAW puasa Senin Kamis. 1. Hari turunnya Al Qur'an. Dalam pandangan Rasulullah, puasa Senin dan Kamis merupakan puasa yang punya keutamaan dan dilaksanakan di hari istimewa, seperti dikutip dari buku Dahsyatnya Puasa Sunah: Kunci Utama Meraih Sukses Dunia dan Akhirat oleh H. Amirullah dan Hj. Lus Nur'aeni Afgani. loading...Ada beberapa alasan mengapa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam sering melakukan puasa Senin-Kamis., salah satunya karena hari Senin merupakan hari kelahiran Beliau. Foto ilustrasi/ist Hari Senin dan Kamis bagi umat Islam adalah waktu untuk mengamalkan puasa sunnah. Puasa ini juga merupakan kebiasaan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Mengapa puasa ini sangat dianjurkan? Apa alasan Rasulullah sering melakukannya? Hadis yang mengabarkan tentang puasa Senin-Kamis diceritakan ibunda Aisyah radhiallahu ta’ala anha, ia berkata كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَحَرَّى صَوْمَ الاِثْنَيْنِ وَالخَمِيسِ“Adalah Rasulullah shallallahu alahi wasallam itu, bersemangat untuk berpuasa hari senin dan kamis” Baca Juga Lantas apa alasannya? Ustadz Ratno, Lc, alumni Universitas Islam Madinah Jurusan Hadits menjelaskan, ada beberapa alasan mengapa Baginda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam sering melakukan puasa Senin-Kamis . Pertama, karena hari Senin merupakan hari kelahiran beliau, dan kita tahu, bahwa beliau adalah rahmat bagi alam hari itu juga, beliau shallallahu alaihi wa sallam diangkat menjadi rasul. Beliau pernah ditanya, tentang puasa hari senin, sebagaimana dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, beliau pun menjawabذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيهِ، وَيَوْمٌ بُعِثْتُ أَوْ أُنْزِلَ عَلَيَّ فِيهِ“Hari senin merupakan hari kelahiranku, Hari senin juga merupakan hari pengutusanku sebagai rasul, atau hari pertama diturunkan Al-Qur’an”HR MuslimKetiga, hari Senin dan Kamis adalah hari dimana amalan diangkat dan dihadapkan kepada Allah. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda إن أعمالَ الناسِ تُعرَضُ يومَ الاثنين ويومَ الخميس“Amalam manusia dihadapkan kepada Allah pada hari Senin dan Kamis”Dan Nabi shallallahu alaihi wa sallam itu sangat senang, bisa berpuasa, saat amalannya dihadapkan kepada Allah, Beliau bersabda تُعْرَضُ الأَعْمَالُ يَوْمَ الاِثْنَيْنِ وَالخَمِيسِ، فَأُحِبُّ أَنْ يُعْرَضَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ“Amalan dihadapkan kepada Allah pada hari senin dan kamis, dan aku senang, saat amalanku dihadapkan kepada Allah aku dalam keadaan puasa”Keempat, adalah karena pada hari senin dan kamis pintu surga adalah hari dimana dosa-dosa seorang mukmin diampuni. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabdaتُفْتَحُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْإِثْنَيْنِ، وَيَوْمَ الْخَمِيسِ، فَيُغْفَرُ لِكُلِّ عَبْدٍ لَا يُشْرِكُ بِاللهِ شَيْئًا، إِلَّا رَجُلًا كَانَتْ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيهِ شَحْنَاءُ، فَيُقَالُ أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا، أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا، أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا“Sesungguhnya pintu-pintu surga dibuka pada hari Senin dan kamis. Semua dosa hamba yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu akan diampuni, kecuali bagi orang yang antara dia dan saudaranya terdapat kebencian dan perpecahan.”Lalu dikatakan “Tangguhkanlah dua orang ini hingga mereka berdamai! Tangguhkanlah dua orang ini hingga mereka berdamai! Tangguhkanlah kedua orang ini hingga mereka berdamai!” Baca Juga Mengapapuasa ramadhan dapat menumbuhkan kedisiplinan kejujuran dan kepercayaan diri. Berikut ini mungkin penjelasan dari mengapa puasa ramadhan dapat menumbuhkan kedisiplinan kejujuran dan kepercayaan diri. Melatih kedisiplinan kejujuran dan percaya diri adalah hikmah jadi mengapa puasa ramadhan dapat menumbuhkan percaya diri serta jelaskan bahwa puasa ramadhan dapat memelihara kesehatan tubuh.Tilmidzi “Puasa apakah yang dikerjakan oleh Rasulullah SAW sebelum datang puasa Ramadhan?” Mudariszi “Salah satu puasa yang dijalankan oleh Rasulullah SAW dan sahabat sebelum datang kewajiban puasa Ramadhan, yaitu puasa Asyura. Puasa Asyura telah dikerjakan oleh penduduk Mekkah sebelum Al Qur’an turun. Dan hal itu dijelaskan sunnah Rasulullah ini Dan Aisyah, ia berkata “Kaum Quraisy dahulu sama puasa pada hari Asyura, yaitu di zaman Jahiliyah, kemudian Rasulullah SAW memerintahkan agar para sahabatnya berpuasa pula.” HR Bukhari Dari Jabir bin Samurah, dia berkata “Dahulu Rasulullah SAW pernah menyuruh kami untuk berpuasa pada hari Asyura, menganjurkannya, dan senantiasa memperhatikan keadaan kami ketika menjelang tanggal sepuluh bulan Muharram.” HR Muslim Ketika hijrah ke Madinah, Rasuluillah SAW dan sahabat tetap berpuasa Asyura, sekalipun puasa Asyura itu dikerjakan pula oleh kaum Yahudi guna menghormati kemenangan Nabi Musa dan Bani Israil atas Fir’aun. Rasulullah SAW menjelaskan hal itu sebagai berikut Dari Ibnu Abbas, dia berkata “Sesungguhnya Rasulullah SAW setiba di Madinah, beliau mendapati orang-orang Yahudi sama melakukan puasa pada hari Asyura. Ketika ditanya tentang puasanya itu, mereka sama menjawab “Hari ini adalah hari kemenangan yang telah diberikan oleh Allah kepada Nabi Musa dan kaum Bani Israil atas Fir’aun. Karena itulah kami merasa perlu untuk berpuasa pada hari ini sebagai penghormatan kami padanya.” Mendengar jawaban itu Rasulullah SAW bersabda “Kami lebih berhak daripada kalian dalam hal ini.” Kemudian beliau menyuruh para sahabat untuk berpuasa pada hari itu.” HR Muslim Setelah datang kewajiban puasa Ramadhan, Rasulullah SAW membolehkan puasa Asyura bagi siapa yang mau mengerjakannya, dan itu dijelaskan sebagai berikut Dari Aisyah, dia berkata “Sesungguhnya kaum Quraisy pada zaman Jahiliyah selalu berpuasa pada hari Asyura dan Rasulullah SAW juga berpuasa pada hari itu. Kemudian ketika beliau sudah berhijrah berimigrasi ke Madinah, beliau tetap berpuasa pada hari itu. Beliau juga menyuruh para sahabat untuk berpuasa pada hari itu juga. Namun ketika puasa bulan Ramadhan telah diwajibkan, beliau bersabda “Barangsiapa yang menghendakinya, tentu dia diperbolehkan berpuasa pada hari itu, dan barangsiapa yang tidak menghendakinya, dia juga diperbolehkan untuk meninggalkannya.” HR Muslim Tilmidzi “Apakah mendapat pahala dengan mengerjakan puasa Asyura?” Mudariszi “Ya! Rasulullah SAW menjelaskan hal itu sebagai berikut Dari Qatadah, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda “Puasa hari Asyura itu, sesungguhnya saya bermohon kepada Allah agar dapat menghapus dosa satu tahun yang sebelumnya.” HR Tirmidzi Tilmidzi “Apakah Rasulullah SAW mengerjakan puasa yang lain?” Mudariszi “Setelah datang kewajiban puasa di bulan Ramadhan, Rasulullah SAW mengerjakan puasa bersambung puasa wishal atau tidak berbuka. Puasa wishal Rasulullah lalu diikuti sahabat, itu dijelaskan sunnah Rasulullah ini Dari Anas, dia berkata “Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah mengerjakan sembahyang di bulan Ramadhan. Sebentar kemudian saya datang lalu ikut berdiri di samping beliau. Kemudian datang lagi orang lain dan ikut pula berdiri di sampingku begitu seterusnya, sampai jumlahnya kira-kira sebanyak sepuluh orang. Ketika Rasulullah SAW merasa bahwa ada beberapa orang berada di sampingnya, beliau mengerjakan sembahyang secukupnya saja kemudian bergegas masuk ke rumah untuk melanjutkan sembahyang lagi yang tidak sebagaimana biasanya. Pagi harinya aku tanyakan hal itu kepada beliau “Apakah semalam Anda sengaja memberikan pelajaran kepada kami?” Beliau menjawab “Betul, itulah alasan yang mendorongku melakukannya.” Anas berkata “Kemudian Rasulullah SAW melakukan puasa sambung. Hal itu terjadi di akhir bulan Ramadhan. Mengetahui hal itu, maka ada beberapa orang sahabat yang ikut-ikutan berpuasa sambung. Rasulullah SAW kemudian bersabda “Apa maunya orang-orang itu ikut-ikutan berpuasa sambung bersamaku! Sesungguhnya mereka itu tidak seperti aku. Demi Allah, seandainya saja bulan ini ditambah untukku, niscaya aku akan terus berpuasa biar hal itu menjadi pelajaran bagi mereka yang keras kemauannya itu.” HR Muslim Tilmidzi “Apakah Rasulullah SAW melarang sahabat puasa wishal?” Mudariszi “Ya! Rasulullah SAW melarang sahabat mengikuti beliau berpuasa wishal, sebagai berikut Dari Anas dari Rasulullah SAW, beliau bersabda “Janganlah kamu wishal puasa tidak berbuka.” Para sahabat berkata “Sesungguhnya engkau wishal puasa tidak berbuka.” Beliau bersabda “Aku tidak seperti salah seorang di antaramu. Sesungguhnya aku diberi makan dan minum.” Atau dalam salah satu riwayat disebutkan “Sesungguhnya pada setiap malam aku diberi makan dan minum oleh Allah.” HR Bukhari Dari Abu Hurairah, dia berkata “Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda “Hendaklah kalian semua jangan berpuasa sambung.” Mereka berkata “Bukankah Anda sendiri juga melakukannya, ya Rasulullah?” Rasulullah SAW bersabda “Sesungguhnya kalian dalam hal ini tidak seperti aku. Sebab di waktu malam aku diberi makan dan minum oleh Tuhanku. Sebaiknya kalian beramal sebatas kemampuan kalian saja.” HR Muslim Rasulullah SAW melarang sahabat berpuasa wishal karena alasan ini Dari Abdullah bin Amr, dia berkata “Sesungguhnya Rasulullah SAW bertanya kepadaku “Benarkah kamu selalu melakukan sembahyang pada malam hari dan berpuasa pada siang harinya?” Aku jawab “Benar.” Rasulullah SAW bersabda “Kalau terus-terusan kamu lakukan itu, maka matamu akan merasa ngantuk dan badanmu menjadi lemah. Matamu itu punya hak atas dirimu. Dirimu punya hak atas dirimu sendiri. Dan isterimu juga punya hak atas dirimu. Oleh karena itu, beribadahlah pada malam hari tetapi juga tidurlah, berpuasalah tetapi juga berbukalah.” HR Muslim Tilmidzi “Apakah Rasulullah SAW menyuruh sahabat untuk berpuasa sunnat yang lain?” Mudariszi “Ya! Dan Rasulullah SAW menjelaskan hal itu sebagai berikut Dari Yahya, dia berkata “Abu Salamah berkata “Bahwa sesungguhnya Abdullah bin Amr bin Al Ash pernah meriwayatkan hadits kepadaku. Kata Abdullah “Dahulu, aku pernah berpuasa selama satu tahun penuh dan membaca Al Qur’an setiap malam hari. Lantas suatu saat aku diadukan kepada Rasulullah SAW. Beliau lantas mengutus seorang kurir untuk memanggilku. Tentu saja aku penuhi panggilan beliau itu. Rasulullah SAW menanyaiku “Betulkah kamu berpuasa sampai setahun penuh dan biasa membaca Al Qur’an hampir setiap malam?” Aku jawab “Betul, wahai Rasulullah. Tetapi hal itu aku maksudkan hanya demi kebaikan saja.” Rasulullah SAW bersabda “Sebenarnya sudah cukup bagimu berpuasa tiga hari dalam setiap bulan.” Aku katakan kepada beliau “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku mampu melakukan lebih dari itu.” Rasulullah SAW bersabda “Sesungguhnya isteri punya hak atas dirimu.” Selanjutnya beliau bersabda “Maka dari itu, berpuasalah seperti puasanya Nabi Daud. Sesungguhnya Daud adalah termasuk orang-orang yang paling taat beribadah.” Aku katakan kepada beliau “Wahai Rasulullah, bagaimana cara Nabi Daud berpuasa?” Beliau menjawab “Nabi Daud biasa berpuasa sehari dan tidak berpuasa sehari.” Selanjutnya Rasulullah SAW bersabda “Bacalah Al Qur’an pada tiap-tiap bulan.” Aku katakan kepada beliau “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku mampu melakukan lebih dari itu.” Beliau bersabda “Bacalah Al Qur’an sampai khatam sekali dalam dua puluh hari.” Aku katakan kepada beliau “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku mampu melakukan lebih cepat dari itu.” Beliau bersabda “Kalau begitu bacalah Al Qur’an sampai khatam sekali dalam sepuluh hari.” Aku katakan kepada beliau “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku mampu melakukan lebih cepat dari itu.” Beliau bersabda “Kalau begitu bacalah Al Qur’an sampai khatam sekali dalam tujuh hari. Jangan kamu sangkal lagi hal itu. Sebab isterimu mempunyai hak atas dirimu. Temanmu punya hak atas dirimu. Bahkan kamu juga punya hak atas dirimu sendiri.” HR Muslim Tilmidzi “Bagaimana puasa Nabi Daud tersebut?” Mudariszi “Rasulullah SAW menjelaskan tentang puasa dan shalat Nabi Daud sebagai berikut Dari Abdullah bin Amr, dia berkata “Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda “Sesungguhnya puasa yang paling disukai oleh Allah ialah puasanya Nabi Daud. Sembahyang yang paling disukai oleh Allah ialah sembahyangnya Nabi Daud. Dia tidur sampai tengah malam, kemudian melakukan ibadah pada sepertiganya dan sisanya lagi dia pergunakan untuk tidur kembali. Nabi Daud berpuasa sehari dan tidak berpuasa sehari.” HR Muslim Nabi Daud yang juga seorang Raja, memimpin rakyatnya dengan adil dan berperang berjihad melawan orang-orang kafir yang ingin melenyapkan agama Allah. Nabi Daud ingin agar Allah SWT mengaruniakan petunjuk dan pertolongan kepadanya supaya beliau dapat memimpin dengan tubuh yang kuat dan akal pikiran yang benar. Karena itu puasa Nabi Daud merupakan puasa yang utama. Rasulullah SAW menjelaskan hal itu sebagai berikut Dari Abdullah bin Amr bin Al Ash, dia berkata “Rasulullah SAW bersabda “Kalau begitu berpuasalah seperti puasanya Nabi Daud.” Aku bertanya “Bagaimana cara puasanya Nabi Daud itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab “Dia berpuasa sehari dan tidak berpuasa sehari. Akan tetapi dia tetap tegar dalam menghadapi musuh di medan pertempuran.” HR Muslim Dari Abdullah bin Amr, ia berkata “Rasulullah SAW bersabda “Puasalah sehari dan berbukalah sehari. Yang demikian itu adalah seperti puasa Nabi Dawud dan itulah puasa yang utama.” HR Bukhari Tilmidzi “Jika demikian, apakah tidak ada puasa setahun?” Mudariszi “Tidak ada puasa selama setahun. Dan Rasulullah SAW menjelaskan hal itu sebagai berikut Dari Abu Qatadah, dimana ia berkata “Ditanyakan kepada Rasulullah SAW “Wahai Rasulullah, bagaimana bagi orang yang berpuasa sepanjang tahun?” Beliau bersabda “Tidak ada puasa dan tidak ada berbuka sepanjang tahun atau ia tidak boleh berpuasa dan tidak boleh berbuka sepanjang tahun.” HR Tirmidzi Dari Abdullah bin Amr, dia berkata “Bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda kepadaku “Ketahuilah, sesungguhnya tidak dianggap berpuasa orang yang justru berpuasa terus menerus.” HR Muslim Tilmidzi “Bagaimana dengan puasa tiga hari setiap bulan?” Mudariszi “Rasulullah SAW menyuruh sahabat puasa tiga hari setiap bulan, sebagai berikut Dari Mu’adzah Al Adawiyah, ia bertanya kepada Aisyah “Apakah Rasulullah SAW biasa berpuasa tiga hari setiap bulan?” Aisyah menjawab “Betul. Memang itu yang biasa beliau lakukan.” Ia bertanya lagi kepada Aisyah “Pada hari-hari apakah Rasulullah SAW biasa berpuasa pada bulan-bulan tersebut?” Aisyah menjawab “Beliau tidak terlalu mempersoalkan itu dalam menjalankan puasanya.” HR Muslim Rasulullah SAW tidak menetapkan hari-hari khusus ketika berpuasa tiga hari setiap bulan tersebut, beliau berpuasa tiga hari setiap bulan itu pada hari-hari sebagai berikut Dari Alqamah, saya berkata kepada Aisyah “Apakah Rasulullah SAW mengkhususkan hari-hari dengan sesuatu?” Ia menjawab “Tidak, amal beliau itu kekal, siapakah di antara kalian yang kuat terhadap sesuatu yang mana Rasulullah SAW itu kuat?” HR Bukhari Dari Aisyah, dimana ia berkata “Rasulullah SAW biasa mengerjakan puasa pada hari Sabtu, Ahad dan Senin dari sesuatu bulan, dan pada bulan yang lain beliau puasa pada hari Selasa, Rabu dan Kamis.” HR Tirmidzi Dari Abdullah, dimana ia berkata “Rasulullah SAW selalu berpuasa tiga hari pada awal setiap bulan, dan jarang sekali Rasulullah berbuka pada hari Jum’at.” HR Tirmidzi Tapi Rasulullah SAW menyeru sahabat agar berpuasa tiga hari setiap bulan di pertengahan bulan yaitu pada tanggal tiga belas 13, empat belas 14 dan lima belas 15. Itu dijelaskan sunnah Rasulullah ini Dari Abu Hurairah, ia berkata “Kekasihku memberi wasiat yakni pesan kepadaku untuk mengerjakan puasa tiga hari dari setiap bulan yakni tanggal tiga belas, empat belas dan lima belas, mengerjakan shalat Dhuha sebanyak dua raka’at, dan mengerjakan shalat Witir sebelum aku tidur.” HR Bukhari Dari Al-A’masy, dimana ia berkata “Saya mendengar Yahya bin Bassam menceritakan tentang Musa bin Thalhah dimana ia berkata “Saya mendengar Abu Dzarr berkata “Rasulullah SAW bersabda “Wahai Abu Dzarr, apabila kamu berpuasa tiga hari dari sesuatu bulan, maka puasalah pada tanggal 13, 14 dan 15.” HR Tirmidzi Tilmidzi “Apakah mendapat pahala jika berpuasa tiga hari setiap bulan?” Mudariszi “Ya! Allah SWT melarang sahabat berpuasa wishal dan menyuruh untuk berbuka puasa. Dengan berpuasa tiga hari setiap bulan, maka sahabat berarti puasa sepanjang tahun karena satu perbuatan baik dibalas-Nya dengan sepuluh kebaikan. Rasulullah SAW menjelaskan itu sebagai berikut Dari Abdullah bin Amr bin Ash, ia berkata “Rasulullah SAW bersabda kepadaku “Dan sesungguhnya cukuplah kiranya jika engkau puasa tiap-tiap bulan tiga hari. Maka untuk setiap kebaikanmu akan dibalas sepuluh kali lipat. Sesungguhnya yang demikian itu sama dengan puasa sepanjang masa.” HR Bukhari Dari Abu Dzarr, dimana ia berkata “Rasulullah SAW bersabda “Barangsiapa yang berpuasa tiga hari dari setiap bulan, maka yang demikian itu adalah puasa sepanjang tahun, dimana Allah Yang Maha Pemberkah lagi Maha Tinggi membenarkan yang demikian itu di dalam kitab–Nya “Barangsiapa yang datang dengan mengerjakan kebaikan, maka ia mendapatkan sepuluh kalinya.” surat Al An’aam ayat 160. Satu hari dibalas dengan sepuluh hari.” HR Tirmidzi Tilmidzi “Apakah Rasulullah SAW membolehkan sahabat berpuasa pada hari-hari khusus?” Mudariszi “Rasulullah SAW melarang sahabat berpuasa pada hari-hari khusus, sebagai berikut Dari Abdullah bin Busr dari saudara perempuannya, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda “Janganlah kamu sekalian berpuasa pada hari Sabtu kecuali puasa yang diwajibkan atas kamu.” HR Tirmidzi Dari Muhammad bin Abbad bin Ja’far, dia berkata “Aku pernah bertanya kepada Jabir bin Abdullah ketika dia tengah melakukan thawaf di sekitar Baitullah Ka’bah “Apakah Rasulullah SAW pernah melarang orang berpuasa pada hari Jum’at saja?” Jabir menjawab “Ya, demi Tuhan Ka’bah ini.” HR Muslim Rasulullah SAW mengizinkan berpuasa di hari Jum’at dengan ketentuan sebagai berikut Dari Abu Hurairah, bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW telah bersabda “Janganlah kamu mengistimewakan malam Jum’at untuk bersembahyang daripada malam-malam yang lainnya, dan janganlah kamu mengistimewakan hari Jum’at untuk berpuasa daripada hari-hari yang lainnya, kecuali bagi seseorang di antara kamu yang memang harus berpuasa pada hari itu.” HR Muslim Dari Abu Hurairah, ia berkata “Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda “Janganlah kamu berpuasa pada hari Jum’at melainkan bersama satu hari sebelumnya atau sesudahnya.” HR Bukhari Tilmidzi “Apakah Rasulullah SAW mengerjakan dan menyuruh puasa hari Senin dan Kamis?” Mudariszi “Rasulullah SAW tidak pernah mengerjakan puasa khusus pada hari Senin dan Kamis. Tidak ada sunnah Rasulullah yang menjelaskan Rasulullah SAW berpuasa khusus pada hari Senin dan Kamis setiap minggu. Dan hal itu dijelaskan sebagai berikut Tersebutlah di dalam riwayat Syu’bah, sesungguhnya Rasulullah SAW ditanya tentang berpuasa hari Senin dan Kamis. Namun kalimat “dan Kamis” sengaja tidak aku singgung-singgung lantaran aku curiga dengan keabsahannya. Pada jalur yang lain, Syu’bah meriwayatkan sebuah hadits yang sama dengan haditsnya Syu’bah tersebut. Hanya saja yang dia sebut cuma kalimat “hari Senin”, dan tidak menyebut kalimat “hari Kamis.” HR Muslim Adapun Rasulullah SAW berpuasa pada hari Senin itu untuk dirinya sendiri yaitu seperti beliau puasa wishal karena alasan berikut ini Dari Abu Qatadah Al Anshari, sesungguhnya Rasulullah SAW pernah ditanya tentang berpuasa pada hari Senin. Rasulullah SAW menjawab “Itu adalah hari kelahiranku, dan pada hari itu pula Al Qur’an diturunkan kepadaku.” HR Muslim Dan Rasulullah SAW tidak pernah menyuruh sahabat untuk berpuasa pada hari Senin, demikian pula beliau tidak pernah menyuruh sahabat untuk berpuasa pada hari Senin dan Kamis. Jika Rasulullah SAW puasa pada hari Senin dan Kamis, itu berarti beliau puasa pada hari-hari khusus, padahal beliau melarang puasa pada hari-hari khusus seperti yang telah dijelaskan di atas. Selain itu, jika Rasulullah SAW menyuruh puasa pada hari Senin dan Kamis, itu berarti berpuasa delapan hari setiap bulan, dan itu berbeda jumlah hari dengan puasa tiga hari setiap bulan yang beliau tetapkan. Rasulullah SAW menjelaskan tentang puasa beliau yang jatuh pada hari Senin dan Kamis itu, sebagai berikut Dari Aisyah, dimana ia berkata “Rasulullah SAW bersungguh-sungguh untuk berpuasa pada hari Senin dan Kamis.” HR Tirmidzi Dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda “Amal-amal perbuatan itu diangkat pada hari Senin dan Kamis, maka saya ingin agar amal perbuatanku itu diangkat sewaktu saya sedang berpuasa.” HR Tirmidzi Puasa Rasulullah pada hari Senin dan Kamis dalam sunnah Rasuluillah di atas tersebut bukan tidak mungkin puasa tiga hari beliau, karena beliau berpuasa tiga hari setiap bulan itu pada hari-hari sebagai berikut Dari Aisyah, dimana ia berkata “Rasulullah SAW biasa mengerjakan puasa pada hari Sabtu, Ahad dan Senin dari sesuatu bulan, dan pada bulan yang lain beliau puasa pada hari Selasa, Rabu dan Kamis.” HR Tirmidzi Karena itu Rasulullah SAW tidak pernah menyuruh sahabat untuk puasa pada hari Senin dan Kamis. Rasulullah SAW tidak pernah pula menjelaskan balasan pahala dari puasa hari Senin dan Kamis seperti balasan pahala dari puasa-puasa sunnat lain yang beliau tetapkan.” Tilmidzi “Bagaimanakah Rasulullah SAW mengerjakan puasanya?” Mudariszi “Hal itu dijelaskan sunnah Rasulullah berikut ini Dari Aisyah, ia berkata “Pernah Rasulullah SAW lalu berpuasa, sampai-sampai aku mengira bahwa beliau tidak pernah berbuka. Dan juga pernah aku lihat beliau selalu tidak berpuasa atau berbuka, sampai-sampai aku mengira bahwa beliau tidak pernah berpuasa. Tetapi aku belum pernah melihat sama sekali Rasulullah SAW berpuasa satu bulan penuh, kecuali pada bulan Ramadhan. Yang paling sering aku melihat beliau banyak berpuasa ialah kalau bulan Sya’ban.” HR Muslim Dari Aisyah, ia berkata “Dalam kurun waktu satu tahun, maka bulan Sya’ban lah yang seringkali diisi oleh Rasulullah SAW untuk berpuasa. Selanjutnya beliau bersabda “Kerjakanlah amalan-amalan yang kamu mampui, sebab Allah tidak akan merasa bosan sampai kamu sendiri yang bosan. Dan amalan yang paling baik dan disukai oleh Allah ialah amalan yang selalu dikerjakan oleh seseorang, sekalipun hanya sedikit maupun kecil.” HR Muslim Tilmidzi “Apakah Rasulullah SAW puasa pada hari Arafah?” Mudariszi “Pada waktu Rasulullah SAW mengerjakan Haji, maka beliau tidak berpuasa Arafah, dan hal itu dijelaskan sebagai berikut Dari Ummul Fadhl bin Harits, bahwasanya ada beberapa orang saling berbantahan di dekat Ummul Fadhl mengenai hari Arafah, apakah Rasulullah SAW berpuasa pada hari itu. Maka ada sebagian yang mengatakan “Beliau berpuasa”, dan ada sebagian yang lain mengatakan “Beliau tidak berpuasa.” Oleh sebab itu Ummu Fadhal mengirimkan segelas susu. Pada saat itu beliau sedang berhenti dan berada di atas untanya, lalu beliau minum.” HR Bukhari Demikian pula ketika di Mina hari-hari Tasyriq, yaitu Rasulullah SAW melarang sahabat puasa, seperti dijelaskan sebagai berikut Dari Nubaisyah Al Hudzali, dia berkata “Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda “Hari-hari Tasyriq itu adalah hari-hari untuk makan dan minum.” HR Muslim Tapi bagi orang-orang yang berhaji Tamattu, maka puasa di Mina atau hari-hari Tasyriq dibolehkan, dan itu dijelaskan sunnah Rasulullah ini Dari Hisyam, ia berkata “Aku diberitahu oleh Ayahku bahwa Aisyah puasa pada hari-hari Mina, dan Ayahnya juga puasa pada hari-hari itu.” HR Bukhari Dari Ibnu Umar, ia berkata “Mergerjakan puasa itu boleh bagi orang yang bertamattu dengan Umrah sampai ke Hajji sehingga pada hari Arafah. Maka jika orang itu tidak mendapatkan hadyu dan tidak puasa, maka dia boleh berpuasa pada hari-hari Mina.” HR Bukhari Puasa Arafah dibolehkan oleh Rasulullah SAW bagi umat Islam yang tidak berhaji dengan balasan pahala sebagai berikut Dari Abu Qatadah, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda “Puasa pada hari Arafah, sesungguhnya saya bermohon kepada Allah agar dapat menghapus dosa satu tahun sesudahnya dan satu tahun sebelumnya.” HR Tirmidzi Tilmidzi “Jika demikian, puasa sunnat apa sajakah yang disuruh ditetapkan oleh Rasulullah SAW?” Mudariszi “Rasulullah SAW menjelaskan hal itu sebagai berikut Dari Abu Qatadah, seorang lelaki pernah datang menghadap Rasulullah SAW lalu mengajukan pertanyaan “Bagaimana puasa Anda?” Mendengar pertanyaan itu Rasulullah SAW sempat marah. Umar yang melihat hal itu segera berkata “Aku rela Allah sebagai Tuhan. Islam sebagai agama. Dan Muhammad sebagai utusan. Aku berlindung kepada Allah dari murka-Nya dan juga dari murka Rasul-Nya.” Kata-kata itu diulang-ulang terus oleh Umar hingga kemarahan di wajah Rasulullah SAW nampak mereda. Barulah kemudian Umar bertanya “Wahai Rasulullah, bagaimana menurut Anda dengan orang yang berpuasa satu tahun penuh?” Rasulullah SAW menjawab “Dia tidak dianggap berpuasa dan juga tidak dianggap berbuka.” Umar bertanya lagi “Bagaimana menurut Anda dengan orang yang berpuasa dua hari dan berbuka dua hari?” Rasulullah SAW balik bertanya “Apakah ada orang yang sanggup melakukan itu?” Umar kembali bertanya “Dan bagaimana menurut Anda dengan orang yang berpuasa sehari dan berbuka sehari?” Rasulullah SAW menjawab “Yang demikian itulah puasanya Nabi Daud.” Umar bertanya lagi “Bagaimanakah dengan orang yang berpuasa sehari dan berbuka dua hari?” Rasulullah SAW menjawab “Aku suka hal itu, jika aku diberi kekuatan untuk melakukannya.” Selanjutnya beliau bersabda “Berpuasalah cukup tiga hari dalam sebulan. Berpuasa Ramadhan sampai Ramadhan berikutnya adalah seperti berpuasa satu tahun penuh. Berpuasa pada hari Arafah yang dilakukan semata mencari pahala Allah, merupakan penebus dosa satu tahun yang telah lewat dan satu tahun yang akan datang. Dan berpuasa pada hari Asyura yang dilakukan semata hanya untuk mencari pahala Allah, merupakan penebus dosa setahun yang telah lewat.” HR Muslim Dari Abu Ayyub Al Anshari, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda “Barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadhan, kemudian dia menyusulkannya dengan berpuasa enam hari pada bulan Syawwal, maka seakan-akan dia berpuasa selama setahun.” HR Muslim Dari Ali, dimana ia berkata “Seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW sedangkan waktu itu saya duduk di sisi beliau “Wahai Rasulullah, bulan apakah yang engkau perintahkan kepadaku untuk berpuasa sesudah bulan perintahkan kepadaku untuk berpuasa sesudah bulan Ramadhan?” Beliau menjawab “Jika kamu ingin berpuasa sesudah bulan Ramadhan, maka puasalah pada bulan Muharram karena bulan itu adalah bulan Allah; pada bulan itu terdapat suatu hari dimana Allah menerima taubat sesuatu kaum, dan di hari itu pula Allah menerima taubat kaum yang lain.” HR Tirmidzi Tilmidzi “Bagaimana dengan isteri yang ingin berpuasa sunnat?” Mudariszi “Rasulullah SAW menjelaskan hal itu sebagai berikut Dari Abu Hurairah dari Rasulullah SAW, dimana beliau bersabda “Seorang istri itu tidak boleh berpuasa satu hari pun selama suaminya berada di sampingnya, kecuali dengan izin suaminya itu selain puasa bulan Ramadhan.” HR Tirmidzi Wallahu a’lam.